IDEALISME

Written By infosetia on Rabu, 20 April 2011 | Rabu, April 20, 2011

Oleh: Hendriyanto
Idealisme, kadang-kadang digunakan istilah mentalisme atau imaterialisme[1] yaitu keyakinan bahwa hanya Roh, Jiwa, Pikiran dan isinya yang ada. Sebuah istilah yang pertama kali digunakan secara filosofis oleh Lebmniz awal abad ke-18. ia meneapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankannya dengan materialisme Epikorus[2]
Di dalam filsafat, adalah doktrin yang mengajarkan bahwa hakekat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungan pada jiwa(mind) dan spirt(roh). Istilah ini diambil dari “idea”, yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Keyakinan ini pada plato. Pada filsafat modern, pandangan ini mula-mula kelihatan pada George Berkeley(1685-1753) yang menyatakan bahwa hakekat objek-objek fisik adalah idea-idea. Leibniz menggunakan
istilah ini pada permulaan abad ke-18; menamakan pemikiran Plato sebagai lawan materialisme Epicurus.[3]
Ideallisme menggunakan argument epistimologi tersendri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh teisme mengejarkan bahwa materi bergantung pada spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argument epistimologi yang digunakan idealisme.. mereka menggunakan argument yang mengatakan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan Tuhan; argument orang idealis mengatakan bahwa objek-objek fisik tidak dapat dipahami terlepas dari spirit. [4]
Idealisme secara umum selalu berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistimologi yang mengajarkan bahwa pengetahuan a priori dapat atau deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya.[5]
Plato sering disebut sebagai seorang idealis sekalipu idea-nya tidak khusus(spesifik) mental, tetapi lebih lebih merupakan objek yang universal(mirip deana definisi pada Aristoteles, pengertian umum pada Socrates). Akan tetapi, ia sependapat dengan idealisme moderan yang mengajarklan bahwa hakekat penampakan(yang tampak) itu berwatak(kahs) spiritual. Ini terlihat jelas pada legenda manusia guanya yang terkenal itu. Pandangan ini dikembangkan oleh plotinus.[6]
Idealisme pertama dalam pengertian moderan adalah Berkeley yang pada abad ke-18 menolak eksistensi benda-benada. Pada abad ke-17 sudah ada tendensi yang kuat menuju terbentuknya paham ini. Itu kelihatan pada “keraguan” Descartes menghadapi fisik. Berkeley juga digolongkan sebagai emperisis, bukan sebagai idealis, tetapi ia sebenarnya terletak diantara kedua-duanya.[7]
Kant mennyebut dirinya sebagai idelais emperis, tetapi ia sebenarnya idealis transcendental(transcendental idealist). Ia menyatakan bahwa ruang dan waktu adalah cara manusia memahami suatu objek; jadi ruang dan waktu baginya tidak eksis. Ia disebut idealis transendental terutama karena ia berpendapat bahwa kita dapat menjelaskan cara memperoleh pengetahuan baru secara a priori seperti didalam geometri, dan membuktikan kategori-kategori seperti subtansi dan sebab yang hanya padanya sains bergantung. Pandangan-pandangan ini selanjutnya didukung oleh antinomy-antinomi yang akan muncul bila kita mempermasalahkan ketakterbatasan (infiniti).[8]
Reese(1980:243) meringkaskan berbagai tipe filsafat idealisme sebagai berikut:[9]
1)      Schelling menamakan idealisme fichte adalah idralisme subjektif karena bagi fichte adalah suatu tempat memahami subjek. Solipsisme, suatu pandangan metafisika yang mengatakan bahwa yang dapat dipahami adalah diri sendiri, dapat digolongkan kedalam idealisme subjektif. Fichte, tokoh yang  berpendapat bahwa kemauan moral(moral will) sebagai yang utama di dalam idealisme, dianggap sebagai pendiri idealisme Jerman.
2)      Schalling menyebut filsafatnya pada masa pertengahan perkembangan pemeikirannya idealisme subjektif(objective idealis) karena menurut pandangannya, alam adalah sekedar “intelejensia yang dapat dilihat” (visible intellijence). Kalau begitu maka seluruh filosofis yang berusaha mengidentifikasi realitas dengan idea, rasio, atau spirit, seperti Berkey dan seluruh filosofis panpsikisme, dapat di golongkan kedalam jalur idealisme objektif.
3)      Hegel dapat menerima adanya penggolongan menjadi idealisme subjektif dan idealisme objektif. Dari sini ia mengemukakan filsafatnya tesis-antitesis, dan ia mendirikan alur pemikirannya semdiri yang disebutnya idealisme absolute sebagai sintesis tertinggi dibandingkan dengan idealisme subjektif(tesis) dan idealisme objektif(antitesis). Sejak Hegel mengemukakan idealisme absolute banyak filosofis yang menekankan pemikirannya pada yang absolute. Diantara tokoh idealisme absolute adalah Bradley, T.H Green, Bernard Bosanquest, dan Josiah Roice.
4)      Kant menyebut filsafatnya idealisme transendal atau idealisme kritis(critical idealism). Disini diajarkan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh bukanlah “ianya”(thing-in them selves), dan ruang dan waktu adalah bentuk-bentuk intuisi kita. Menurut Schalling idealisme transcendental Kant itu sama saja dengan idealisme objektif.
5)      Pendapat yang mengantakan bahwa seseorang hanya dapat kontak dengan idea-idea, atau pada kesempatan tertentu dengan sosok, fisik, kadang-kadang disebut idealisme epistimologi (epistemological idealisme). Bila ini kita terima, maka tokoh-tokoh berikut ini dapat digolongkan penganut idealealisme epistimologi, yaitu locked dan kebanyakan emperesis, tokoh-tokoh okasionalisme prancis, begitu juga dengan fenomenologisme. Oleh karena itu, pengategorian itu menyebabkan kebingungan karena pengategorian dari segi epistimologi ini akan memasukkan orang-orang yang posisi metafisikanya realisme, dualisme, materialisme, dan sekeptisisme kedalam satu kelompok(idealisme epistimologis).
Jadi, istilah idealisme itu berkembang dalam berbagai pengertian, dan berkembang menjadi berbagai spesies.
Filsafat abad ke-18 didominasi oleh kaum emperisis ingris, dimana Locke, Berkeley, dan Hume biasa dikatakan sebagai wakil mereka. Pada diri orang-orang ini terdapat konflik, yang sepertinya merka tidak sadari, antara tempramen pikiran dengan kecondongan doktrin teoretik mereka.[10]
Imanuel Kant(1724-1804)
Kant, pendiri Idealisme Jernan, bukanlah orang yang penting secara politis, meski dia menulis sejumlah esai menarik tentang pokok bahasan politik. Terdapat sejumlah karekteristik umum dari idealis Jerman, yang bisa dijelaskan sebelum sampai pada perinciannya. Dalam pemikiran Kant banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh yang kelak ditolaknya, dan barangkali yang tebesar adalah yang datang dari pemikiran Humen.[11]
Di Jerman, reaksi terhadap agnotisme Humen muncul dalam bentuk yang lebih nyata dan tajam dibanding reaksi Rousseau terhadapnya. Kant, Fichte, dan Hegel membangun filsafat jenis baru yang ditujukan untuk mengamankan pengetahuan dan kebaikan dari doktrin-doktrin subversive akhir abad ke-18.[12]
Keritik pada pengetahuan, sebagai sarana mencapai simpulan filosofis, di tekankan oleh Kant dan diterima oleh pengikutnya. Ada penekanan yang dilawankan dengan materi, yang pada akhirnya mengarah pada penegasan bahwa hanya pikiranlah yang eksis.[13]
Di dalam buku The Critique Of Pure Reason(edisi pertama,1781) karangan terpenting Kant. Yang dimaksud Kant dalam critique adalah pembahasan kritik. Dalam pembahasannya ia hanya menunjukkan bahwa akal murni itu terbatas(pure reason). Yang dimaksudnya akal murni adalah akal bekerja saecara logis, katakanlah akal yang di keapala. Ia dalam pembahansannya meletakkan akal murni itu diatas akal tidak murni; akal tidak murni itu adalah indera. Pure reson itu menghasilkan pengetahuan yang tidak melalui indera, bebas dari penginderaan. Untuk mendapatkan pengetahuan itu adalah, menurut Kant, pengetahuan yang diperoleh melalui akal murni itu kita peroleh dari watak dan struktur jiwa kita yang inheren(lihat Durant, 1959;265). Jadi, cara masuknya pengetahuan itu adalah melalui watak dan struktur jiwa yang ada pada kita.[14]
Kita ingat John Locke; ia mengatakan bahwa seluruh pengetahuan berasal dari pengalaman(lihat solomon1981;108). Jadi, tidak ada lagi pengetahuan yang masuk lewat jalan lain. Kata Kant, pengetahuan tidak seluruhnya masuk lewat indera(Durant, 1959;265).[15]
Menurut Kant, pengertahuan yang mutlak benarnya memang tidak akan ada bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi bila pengetahuan itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman, bahkan tidak bergantung pada indera, yang kebenarannya a priori. Kant memulainya dengan mempertanyakan apakah ada yang dapat kita ketahui seandainya seluruh benda dan indera dibuang. Seandainya tidak ada benda dan tidak ada alat pengindiera, apakah ada sesuatu yang dapat kita ketahui?.[16]
Menurut buku Criticue, pengalaman tidak lain adalah lapangan yang menghasilkan pengetahuan. Pengalaman mengatakan kepada kita apa-nya, bukan apa ia sesungguhnya. Jadi, pengalaman tidak tidak menunjukkan hakekat objek yang dialami. Oleh karena itu, pengalaman tidak dapat menghasilkan kebenaran umum.[17]
Di sini Kant mulai memperlihatkan apa yang di perjuankannya; kebenaran uumum harus bebas dari penalaman, harus jelas dan pasti dengan sendirnya(Durant, 1959;266). Maksudnya, pngetahuan yang umun, kebenaran yang umum, itu tetap benar, tidak peduli apa pengalaman kita tentang kemuidian. Bahkan kebenaran umum itu benar sekalipun belum dialami. Inilah kebenaran yang a priori.[18]
Di dalam buku The Critique Of Pure Reason(edisi pertama,1781) karangan terpenting Kant, tujuan karya ini adalah untuk membuktikan bahwa, kendati pengetahuan kita tak satupun yang mampu melampaui pengalaman. Menurutnya, bagian pengetahuan kita yang a priori(atau teoritik) tidak hanya meliputi logika, namun juga banyak hal yang tidak dimasukkan kedalam logika atau disimpulkan darinya.[19]
Namun ada bagian yang sangat terpenting dalam karyanya itu, Kant membuktikan bahwa ruang dan waktu merupakan bentuk a priori, Kant memiliki dua kelompok argument; yang pertama metafisis, yang Kedua epistimologis, atau sebagaimana ia menyebutnya, transcendental.[20]
Ada empat argument metafisis mengenai ruang waktu.[21]
1)      Ruang bukanlah emperik, yang diabstrakkan dari pengalaman luar, karena ruang dimisalkan keberadaannya dengan merujuk pada sesuatu yang ekternal, dan pengalaman eksternal hanya dimungkinkan melalui kehadiran ruang.
2)      Ruang merupkan kehadiran a priori mutlak, yang mendasari semua persepsi eksternal; karena kita tidak dapat membayangkan tentang ketiadaan ruang, kendati kita dapat membayangkan bahwa dalam ruang itu tidak ada apa pun.
3)      Ruang tidaklah diskursif dan bukan konsep umum mengenai hubungan benda secara umum, Karena yang ada hanyalah satu ruang, sedangkan yang biasa kita sebut “ruangan”hanyalah bagian-bagiannya, bukan keutuhannya.
4)      Ruang tersaji sebagai ukuran besar yang tak terhingga, yang melingkupi selulruh bagian ruang.
Argument transcendental mengenai ruang bersal dari geometri. Kant berpendapat bahwa geometri Euclidan di kenal a priori, kendati ia bersifat sintesis, yakni tidak bisa di tarik dari logika semata. Bukti geometri, menurutnya, bergantung pada angka; kita dapat melihat, misalnya. Bahwa, jika dua garis lurus berpotongan pada sudut kanan, maka hanya garis lurus pada sudut kanan menuju keduanya yang bias di tarik melalui titik perpotongannya.[22]
Pascal(1623-1662)
Ia banyak mempelajari pemikiran Agustinus(354-430) dan Montaigne(1533-1592). Pada tahun 1646 seluruh keluarga Pascal masuk mazhab Jansenisme, yaitu suatu aliran dalam agama katolik yang tanpa kompromi menganut teologi Agustinus dan mengingkari dunia(Edwards, Encyclopdia of Philosophy,).[23]
Ada dua cara memperoleh pengetahuan menurut pascal, Pertama dengan menggunakan akal dan kadua dengan menggunakan Hati(heart). Ia mengatakan we know truth not only by reason but more so by the heart (Edwerds, Encyclopdia of Philosophy). Akal dengan segala perangkatnya yang dimikinya dapat mengetahui aspek-askpek tertentu, tatkala akal tidak mampu menjangkau sesuatu maka hati dapat menyingkap hal itu.[24]
Kata pascal, manusia besar karena pikirannya dan kesadaran refleksinya. Tetapi, katanya lagi, ada hal-hal yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh pikiran manusia, yaitu pikiran manusia itu sendiri.
Manusia menurut pascal, adalah mahluk yang rumit dan kaya dengan variasi serta mudah berubah. Karena itu metematika tidak akan mampu menjadi alat untuk memahami manusia. Ia juga menganggap pikiran dan logika serta metafisika tidak mungkin dapat dijadikan alat untuk memahami manusia. Baginya, alat-alat itu hanya dapat untuk memahami objek-objek yang beblas kontradiksi, yaitu yang memililki sifat yang konsisten. Sedangkan manusi adalah mahluk yang penuh kontradiksi.[25]
Karena keidak mampuan filsafat dan alat-alat lain uantuk memahami manusia, maka satu-satunya  jalan memahami manusia, kata pascal, ialah melalui agama. [26]
Pengetahuan tentang agama memang rumit. Pascal menganggap bahwa unsur-unsur pokok agama adalah kesamaran-kesamaran dan kita tidak mampu menangkapnya secara keseluruhan. Pandangan Pascal ini sama dengan Kierkegaard tatkala dia mengatakan bahwa kehidupan religious adalah kehidupan yang sangat paradoks. Bagi Kierkegaard usaha untuk memehami paradoks itu hanya akan menghasilkan pengingkaran dan penghancuran kehidupan religious(Cassirer, 1990;109). Filsafat, kata pascal, dapat melakukan apa saja, tetapi hasilnya tidak sempurna. Kesempurnaan itu ada pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak akan memperoleh kepuasan karena memang manusia memiliki logika yang kemampuannya itu melampaui logika itu sendiri(Hastings, Encyclopdia of Philosophy).[27]
Berkenaan dengan usaha mencari Tuhan, Pascal tidak menggunakan argument metafisika, karena disamping tidak termasuk bidang geometri, juga tidak memiliki pengaruh apa-apa terhadap keimanan seseorang. Pascal menafikkan metafisika dan solusinya ialah “kembalikan persoalan ketuhanan kepada jiwa”.[28]
Kesimpulan filsafat Pascal antara lain ialah sebagai berikut;
1)      Pengetahuan diperoleh melalui dua jalan, yaitu akal(reason) dan hati(heart).
2)      Hati memiliki logika tersendiri;
3)      Unsure terpenting dalam manusia ia kontradiksi; satu-satunya jalan memahami manusia adalah jalan agama;npengetahuan-pengetahuan rasional tidak mampu menyingkap manusia, pengetahuan rasional itu hanya mampu menagkap objek-objek yang bebas dari kontrafiksi;
4)      Tuhan juga tidak dapat dipahami melalui argument metafisika, Tuhan hanya dapat dipahami melalui hati.
Filosof yang dapat digolonkan sebagai filosofis idealis ternyata cukup banyak(setelah Kant-Paschal). Berikut ini diuraikan tiga tokoh penting dalam filsafat idealisme objektif yaitu; fichte, Schelling, dan Hegel.
Fichte (1762-1824)
Johan Gottlieb Fichte adalah filosof jerman. Idealis etis fichte diringkaskan dalam pernyataan bahwa dunia aktual hanya dapat dipahami sebagai bahan tugas-tugas kita. Oleh karena itu, filsafat bagi fichte adalah filsafat hidup yang terletak pada pemilihan antara moral idealisme dan moral materialisme. Subtansi materialisme menurut fichte adalah naluri, kenikmatan yang tak bertanggung jawab, bergantung pada keadaan , sedangkan idealisme ialah kehidupan yang bergantung pada diri sendiri.[29]
Bagi seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus merupakan langkah yang menuju kesempurnaan spiritual. Itu hanya dapat dicapai pada masyarakat yang anggota-anggotanya  yang bebas merealisasi diri mereka dalam kerja untuk masyarakat. Pada tingkatan yang lebih tinggi, keimanan dan harapan manusia muncul pada kasih Tuhan.[30]
Menurut Fichte, dasar realitas adalah kenyataan; kenauan inilah thing-in itself-nya manusia. Penampakan, menurut pandangannya adalah sesuatu yang ditanam Roh Absolut sebagai penampakan kemauannya, Roh Absolut adalah sesuatu yang berada di belakang kita; itu adalah Tuhan pada Spinoza.[31]
Filsafat menurut fichte haruslah dideduksikan dari satu prinsip. Ini sudah mencukupi untuk memenuhi tuntutan pemikiran, moral, bahkan seluruh kebutuhan manusia. Prinsip yang dimaksud ada di dalam etika; bukan teori, melainkan prakteklah yang menjadi pusat yang disekitarnya kehidupan diatur. Unsur esensial dalam pengalaman adalah tindakan, bukan fakta.[32]
Menurut Fichte, dasar kepribadian adalah kemauan; bukan kemauan irasional pada Schopenhauer, melainkan kemauan yang dikontrol oleh kesadaran bahwa kebebasan di peroleh hanya denagn melalui kepatuhan pada peraturan. Kehidupan moral adalah kehidupan usaha. Manusia dihadapkan pada rintangan-rintangan, dan manusia digerakkan oleh rasa wajib bahwa ia berutang pada aturan moral umum yang memungkinkannya mampu memilih yang baik.[33]
Schelling (1775-1854)
Friedrich Wilhelm Joshep Achelling adalah filosofis isealis jerman muda yang sudah mencapai kematangan sebagai filosof pada waktu itu. Dia adalah filosof idealis jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegal, schelling adalah idealis jerman yang terbesar. Pemikirannya pun merupakan mata rantai antara Fichte dan Hegel.[34]
Seperti Fechte, schalling mula-mula berusaha menggambarkan jalan yang intelek dalam proses mengetahui, semacam epistimologi. Fichte memandang alam semesta sebagai lapangan lapangan tugas manusia dan sebagai basis kebebasan moral, Schalling membahas realitas lebih objektif dan menyiapkan jalan bagi idealisme olut Hegal. [35]
Dalam pandangan Schalling, realitas adalah identik dengan gerakan pemikiran yang berevolusi secara dialektis. Akan tetapi ia berbeda dalam segala hal dengan Hegel. Pada Schalliang, juga pada Hegel, realitas adalah proses revolusi dunia menuju sosialisasinya berupa suatu eksresi kebenaran terakhir.[36]
Dalam rasionalisme, Schalling membantah dan mengkritik semua bntuk paham rasionalisme. Yaitu ketika dia memandang alam ini, katanya, tidak dapat dibayangkan system rasional. Dan semnjak Tahun 1809 ia berusaha mengembangkan paham metafisika emperisme. Disini ia memperlihatkan bahwa sulsunan rasionalisme adalah konstur hiipotesis, yang memerlukan pembuktian nyata, baik pada alam maupun pada sejarah. Ia juga menambahakan bahwa kategori agana pada akhinya merupuiakan pernyataan yang lebih berarti dari pada relaitas yang lain[37]
Reese(1980;511) menyatakan bahwa filsafat schalling berkembang melalui lima tahap. (1) idealisme subjektif. Pada tahap ini ia mengikuti pemikiran fichte. (2) filsafat alam. Pada tahap ini ia menerapkan prinsip atraksi dan repulse dalam berbagai problem filsafat dan sains. (3) idealism transendental atau idealism objektif. Filsafat alanm dilengklapi oleh suatu kesadaran absolut yang perkembangannya merupakan wahyu yang absolute dalalam sejarah. Filsafatnya tentang seni memperlihatkan pendapatnya itu. Ia menyatakan bahea seni merupakan kesatuan antara subjektif dan objektif, roh dan alam. Tragedy dipandang sebagai tubrujan antara suatu keharusan dengan kebebasan, sidamaikan oleh kesediaan menerima hukuman secara jantan. Hukuman itu memperlihatkjan kesediaan kita menerilma realitas dan idealitas. (4) filsafat identitas. Yang absolute itu pada tahap  ini menjadi lebih penting kedudukannya, sipandang sebagai identitas semua individu isi alam. (5) fi;safat positif. Pada tahap terakhir ini pemikirannya menekankan nilai mitologi dan mengakui perbedaan yang jelas antara Tuhan dan alam semesta. Pada tahap ini ia mengikuti sebagian pemikiran Jacob Boehme dan Neo-Platonisme.[38]
Di dalam filsafat mitosnya, Schalling berpendapat bahwa mitos harus dipahami dari alam. Mitos itu mempunyai hukumnya sendiri, keharusannya sendiri, dan realitasnya sendiri. Lebih jauh ia berpendapat bahwa sejarah seseorang ditentukan oleh mitosnya. Suatu mitos yang telah diterima merupakan ukuran potensi murni kreatif pada orang tersebut. Alam, sepertihalnya manusia, menjalani suatu perkembangan mitologis.[39]
Di dalam priode mitosnya yang terakhir, Yang absolute itu menjadi “kemauan primitive Tuhan berevolusi melalui diri-diri trinitas; ini terori tambahan terhadap perkembangan trinitas.[40]
Hegel (1770-1831)
Ialah puncak gerakan filsafat jerman yang berawal dari Kant; walaupun ia sering mengkeritik Kant, system filsafatnya tidak akan pernah muncul kalau tidak ada Kant. Pengaruhnya, kendati kini surut, sangat besar, tidak hanya atau terutama di Jerman. Pada akhir abad kesembilan belas, para filusuf akademik terkemuka, baik di Amerika maupun Britina Raya, sangat bercorak Hegelian. Marx, seperti yang kita ketahui, ialah murid Hegel semasa mudanya, dan dalam system filsafatnya yang terakhir ia masih mempertahankkan beberapa corak Hegelian.[41]
Filosof Ameika, M. R. Cohen, menyebut Hegel sebagai filosof terbesar abad ke-19. Kalau melihat pengaruhnya pada Marx saja agaknya penyataaan Cohen itu cukup beralasan. Dalam pengantar bukunya, Das Kapital edisi kedua, marx mengatakan bahwa dirinya adalahl murid Hegel sekalipun “dialektika saya berlawanan dengan dialektika Hegel”. [42]
Masalah pokok yang hendak dicari Hegel jawabannya muncul dari suasana perpecahan keyakinan keristen dan penuhanan akal sebagaiman muncul dalam revolulsi Prancis 1789. Ini adalah masalah nasib manusia, masalah kebermknaan eksistensi manusia. Hegel berusaha membuat jawaban dengan menggunakan istilah-istilah secular. Hegel menghubungi nenek moyangnya orang Yunani, untuk meminta pertolongan mencari jawaban jawaban atas persoalan dasar itu. Di dalam bukunya, Histoyi Of Pihlosophy, ia mengatakan, “Aristoteles adalah tokoh Yunani yang paling penting dipelajari; pada Plato kita memperoleh prinsip-prinsip umum yang abstrak; pada Aristoteles pemikiran itu sudah menjdi pemikiran yang kongkrit.” [43]
Pusat filsafat Hegel ialah konsep Geist (roh, spirit,) suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Istilah ini agak sulit dipahami. Roh dalam pandangan Hegel adalah sesuatu yang real, kongkrit, kekuatan yang objektif, menjelma dalam berbagai bentuk sebagai World of Spirit(dunia Roh) yang menempat kedalam objek-objek khusus. Di dalam kesadaran diri, roh itu merupakan esensi manusia dan juga esensi sejarah manusia. [44]
Bagian metafisikanya ini dimulai dari penmbahasan tentang rasio. Bertens (1979;68) menjelaskan bahwa Hegel sangat mementingkan rasio. Tentu saja karena ia seorang Idealis. Yang dimaksud olehnya bukan saja rasio pada manusia perseorangan, tapi terutama rasio pada subjek absolute kerena Hegel juga menerima prinsip idealistic bahwa realita seluruhnya harus di setarfkan dengan suatu subjek. Dalil hegel yang kemudian terkenal  berbunyi;
“Semua yang real bersifat rasional dan semua yang rasional bersifat real.” Maksudnya, luasnya rasio sama dengan luasnya relaitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran(idea, menurut istilah Hegel) yang memikirkan dirinya sendiri. Atau dengan perkataan Hegel lyang lain, realita seluruhnya adalah Roh yang lambat laun menjadi sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja beraksi terhadap kecendrungan intelektual ketika itu yang mencurigai sambil mkengutamakan perasaan.[45]
Hegel menegaskan bahwa yang nyata adalalh rasional, dan yang rasional adalah nyata. Namun ketika ia mengatakan hal ini ia tidak memaksudkan “yang nyata” itu sebagai apa yang menurut para emperisis dipandang nyata. Ia mengakui, bahkan meyakinkan, bahwa apa yang bagi emperisis terlihat sebagai fakta adalah, dan pasti, tidak rasional; ini hanya setelah karakter yang terlihat pada fakta itu dijelmakan memandang karakter-karakter itu sebagai aspek-aspek dari keseluruhan sehingga terlihat rasional. Sekalipun begitu, identifikasi terhadap yang nyata dan yang rasional itu tentu menimbulkan beberapa kepuasan yang tak biasa dipiiisahkan keyakinan bahwa “apa saja yang berada (is), adalah benar”. [46]
Ada dua hal membuat Hegel berbeda dengan orang-orang yang memiliki metafisis yang kurang lebih mirip dengannya. Salah satunya adalah penekanan pada logika; Hegel memandang bahwa hakekat realitas bias dideduksi dari pertimbangan tunggal bahwa realitas harus tidak kontradiktif diri. Corak pembeda lainnya (yang terkait erat dengan yang pertama) adalah gerakan tritungal yang disebut “dialektik”. Bukunya yang terpenting adalah dua logic, dan loginya ini harus diphami jika alas an-alasan bagi pandangan-pandangannya tentang subyek-subyek yang lain hendak dipahami dengan benar.[47]
Logika, menurt pemahaman Hegel, dinyatakan sebagai hal yang sama denga metafisika; ini berbeda denga apa yang biasanya disebut logika. Pandangannya adalah bahwa segala predikat biasa, jika diterima sebagai sesuatu yang memungkinkan keutuhan Realitas, menghasilkan kontra diktif diri. Untuk contoh kasar, kita bias mengambil teori Permides bahwa Yang Esa, yang dia sendirian adalah nyata, itu bersifat bulat. Tidak ada yang bisa bulat kecuali yang memiliki garis batas, dan tidak ada yang bisa memiliki garis batas kecuali ada sesuatu (atau sekurang-kuranmgnya ruang hampa) diluarnya. Oleh sebab itu menganggap alam semesta sebagai kaseluruhan yang bulat adalah kontradiktif diri. (argument ini bisa dipersoalkan dengan membawanya kedalam geometri Non-Euklides, tetapi argument ini berfungsi sebagai ilustrasi.) atau mari kita ambil iliustrasi lain, tanpa kontradiksi yang terlihat, bahwa pak Ali ialah seorang paman; namun kalau anda mengatakan bahwa alam semesta adalah seorang paman, anda akan menceburkan diri sendiri kedalalm beberapa kesulitan. Paman adalah orang yang memiliki kemenakan, dan kemenakan ialah orang terpisah dari paman; oleh sebab itu, seorang paman tidak bisa menjadi Realitas seutuhya.[48]
Konsep filsafat Hegel seluruhnya Historis dan  Relatif. Karena juga dipengaruhi oleh pandangan-pandangan Antropologi dan Sosiologi modern, relativismenya cukup menonjol. Ia mengatakan bahwa apa yang benar ialah perubahan. Kunci filsafat hegel terletak pada pandangannya tentang sejarah. Sejarah, menurut Hegel, mengikuti jiwa dialektik.[49]
Untuk menjelaskan filsafatnya, hegel menggunakan Diaektika sebagai metode. Namun, dialektika itu bukanlah sekedar digunakan untuk menjelaskan. Lebih luas dari itu, menurut Hegel, dalam realitas ini berlangsung dialektika. Dealektika yang berlangsung dalam realitas itu diungkapkan oleh Hegel dalam filsafatnya. Yang dimaksud oleh Hegel dengan dialektika ialah mendamaikan. Mengompromikan hal-hal yang berlawanan(Bertens,1979;68).[50]
Proses dialektika selalu terdiri atas tiga fase. Fase pertama(tesis) dihadapi (antithesis) Fase kedua, dan akhirnya timbul fase ketiga(sintesis). Dalam sintesis itu, tesis dan antithesis menghilang. Dapat juga tidak menghilang ia masih ada, tetapi sudah diangkat pada tingkat yang lebih tinggi. Proses ini berlangsung terus. Sintesis segera menjadi tesis baru, dihadapi oleh antithesis baru, dan menghasilkan sintesis baru. Dan sintesis baru ini segera pula menjadi tesis baru lagi, dan seterusnya.[51]
REFERENSI
  • Russell Bertrand. Sejarah Filasalfat Barat LTD., London, 1946.
  • Tafsir Ach. Filsafat Umum. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.  Ibid. Cet. I. 2003
  • Bagus Lorens. Kamus Filsafat. Ed.I Jakarta; Gramedia.

[1] Kamus Filsafat. Lorens Bagus. Ed.I Jakarta; gramedia. Hal 300
[2] Ibid. Hal. 619
[3] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 144. Cet. I. 2003
[4] ibid hal 144
[5] ibid.
[6] ibid
[7] Ibid
[8] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 145. Cet. I. 2003
[9] ibid. hal. 146
[10] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 916
[11] Ibid
[12] Ibid. hal 919
[13] Ibid
[14] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003. Hal 160
[15] Ibid. hal 160
[16] Ibid.
[17] Ibid
[18] Ibid
[19] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 916
[20] Ibid. hal 930
[21] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 930
[22] Ibid. hal 931
[23] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003. Hal. 154
[24] Ibid. hal. 155
[25] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003. Hal. 155
[26] Ibid. hal. 155
[27] Ibid. hal. 156
[28] ibid
[29] Ibid 147
[30] ibid
[31] ibid
[32] ibid
[33] filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung hal. 147. Cet. I. 2003
[34] ibid. hal 149
[35] ibid. hal. 150
[36] Ibid
[37] Ibid
[38] Ibid. hal 151
[39] Ibid
[40] Ibid
[41] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 951
[42] Filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.  hal. 152. Cet. I. 2003
[43] Filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.  Ibid. Cet. I. 2003
[44] Ibid
[45] Ibid
[46] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 952
[47] ibid
[48] Sejarah Filasalfat Barat. Bertrand Russell. LTD., London, 1946. Hal. 954
[49] Filsafat Umum. Ach. Tafsir. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.  hal. 153. Cet. I. 2003
[50] Ibid.
[51] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar