IHWANU AL-SAFA’

Written By infosetia on Rabu, 20 April 2011 | Rabu, April 20, 2011

Oleh: Harianto
  1. A. Pedahuluan
filsafaatAllah telah menurunkan al-hikmah kepada siapa yang dikehendaki. Dan barang siapa yang di anugrahi al-hikmah itu, ia benar-benar telah di anugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-ornag yang berakallah yagn dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)
Kebijaksanaan dan pengetahuan sejat itu tidak mungkin didapati oleh datu orang. Sejarah mencatat bahwa setelah timbulnyaseorang filusuf, muncul kemudain filusuf  lainya yang mengoreksi penemuan yang pertama dan mengajukan gagasan-gagasan yang memperbaharui gagasan yang pertama, demikianlah seterusny sepanjang kehidupan manusia berlangsung. Hal ini dimungkinkan keinginantahu manusia yang besar sebagai
refleksi daripotensi kemanusianyang dimilikinya yang dianugrahkan Allah swt, kepad manusia, yang berupa akal, intuisi, alat deria dan kekuatan fisik. Adapun penemuan-penemuan dimaksud mencakup seluruh pertanyaan-pertanyaan hidup mengenai arti, isi, dan makna dari segala sesuatu yang dilihat dan dialami manusia. Jadi secara sederhana dapat diaktakan, filsafat adlah hasil kerja berfikir dalam mencari hakikat sega;a sesuatu secara sistematis, radikal, dan universal.sedngkan filsafat islam itu sendiri adalah hasil pemikran filusuf tentang ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam yang disinari ajaran islam dalam suatu aturan pemikiran yang logis dan sistematis.
Juga termsuk dalam pembahasan ini adalah sebuah aliran filusuf dalam islam yang menyatakan diri sebgai ikhwan as-safa yang gerakanya tidak sama dengan aliran filusuf lainya, aliran filusuf ini melakukan secara sembunyi-sembunyi karena beberapa faktor yang menghalanginya untuk menyiarkan hasil dari pemikiran mereka. Yang insa Allah akan dijelas secara singfkat dalam makala ini. Kelompok ini hany bergerak dlam memajukan kelopok mereka saja dengan tidak menyebarkan secara menyeluru. Yang dapat sisimak dalam makala ini.
  1. B. Latar belakang dan perkembangan ikhwanu al-safa
Ikhwan as-safa adalah nama sekelompok pemikir islam yang bergerak secara rahasia dari sekte syi’ah isma’iliyah yang lahir pada abad ke 4 h (10 m) di basrah. Kerahasiaan kelompok ini yang juga menamakan dirinya khulan al-wafa’, ahl al-adl, dan abna’ al-hamd[1] boleh jadi karena tendensi politik, dan baru terungkap setelah berkuasanya dinasti buaihi di bagdad pada tahun 983 m. Ada kemungkinan kerahasiaan organisasi ini di pengaruhi oleh paham takiyah, karena basis kegaitnaya berada ditengah masyarakat mayoritas sunni. Boleh jadi juga kerahasiaan ini kareana mereka mendukung pemikiran mu’tazila yang telah dihapus oleh khalifah abbasiyah al-mutawakkil, sebagai mazhab negara. Menurut hana al-fahuri, nama ikwanu as-safa diekspresikan dari kisah merpati dalam cerita kalillah wa dumna’ yang diterjemahkan oleh ibn mugaffa’[2]
Nama ikhwan al-Shafa diambil dari sebuah kelompok  yang mengolah sain dan filsafat, bukan untuk kepentingan sain dan filsafat, tetapi untuk dalam sebuah bentuk dari pada komunitas etnik spiritual, yang hidup ditengah –tengah masyarakat muslim yang sangat heterogen, perebutan kekuasan diantara jama’ah dalam satu komunitas, dan sekte mereka [3]
asas berdirinya organisasi ini sesuai dengan namanya ikhwan as-safa’, persaudaraan yang dibangun atas persaudaraan yang tulus dan ikhlas, kesetia kawanan yang suci murni serta saling menasehati antar sesama anggota organisasi dalam menuju ridho ilahi. Oleh sebab itulah dalam risalah yang mereka kumpulkan para penulis selalu memulai nasehatnya dengan kalimat “ya ayyuhal akh’ (hai saudara!) Atau ya ayyuhal akh al-fadhil (wahai saudara yang budiman) suatu tanda kesetia kawanan antara sesama anggota.[4]
Tujuan filsafat dalam pengajaran mereka adalah upaya menyerupai Tuhan (at-tasyabuh billah) sejauh kemampuan manusia. Untuk mencapai tujuan itu, manusia haruslah berijtihad  (berupaya sunguh-sungguh) menjauhkan diri mereka : dari berkata bohong dan meyakini kaidah batil, dari pengetahuan yang keliru dan kahlak yang rendah, serta dari berbuat jahat dan melakukan pekerjaan secara tak sempurna. Aktivitas filsafat dikatakan sebagai  upaya menyerupai Tuhan karena Tuhan tidaklah mengatakan kecuali yang benar dan tidak melakukan kecuali kebaikan. Dalam penilaian mereka syari’at (agama) telah dikotori oleh kebodohan dan kesesatan manusia dalam memahaminya, dan menurut mereka tidak ada jalan untuk membersihkannya kecuali dengan filsafat, karena filsafat mengandung hikmat dan kemalahatan; bila ditata filsafat yunani dangan agama islam niscaya dihasilkan kesempurnaan.[5]
pusat organisasi juga menurunkan instruksi agar anggota-anggota yang berada didaerah mengadakan pertemuan berkala dalam jadwal tertentu guna mendiskusikan ilmu pengetahuan dan kepentingan anggota. Di dalam risalah mereka juz ke iv halaman 105 tertulis, sepantasnya bagi saudara-saudara kita, yang semoga mereka dikuatkan allah dimana saja mereka berada, agar mengadakan majlis khusus yang tidak boleh dihadiri oleh selain anggota dalam waktu yang dijadwalkan untuk mendiskusikan ilmu pengetahuan dan membicarakan rahasia-rahasia ikhwan. Diskusi dipokuskan terutama sekali dalam masalah pisikologi, filsafat, ilmu pasti yang mencakup ilmu hitung, ilmu mantic,astronomi, dan masalah musik.[6]
Pelopor perhimpunan politico relegius ini yang terkenal diantaranya ialah
1. Ahmad ibn abdullah,
2. Abu sulaiman muhammad ibn nashr al-busti, yang popular dengan al-muqaddas,
3. Zaid ibn rifa’ah,
4. Abu al-hasan ali ibn harun al-zanjani,
5. Abu ahmad al-nahrajuri (alias mihrajani),
6. Al-aufi, dan
7. Zaid ibn srifa’ah.
Menurut al-sijistani orang-orang ini merupakan kelompok serjana yang menyelenggarakan pertemuan dan menyusun risalah-risalah ikhwanu as-safa’, rangkaian kata yang sebenarnya diciptakan oleh al-muqaddasi.[7]
ada sebagian peneliti yang mengatakan, bahwa diantara pemuka organisasi ini termasuk Abu hayyan at-tauhidi, berhubung karena beliau lebih banyak mengenal tokoh-tokoh ikhwan as-safa’. Dan ada juga yang memasukkan Abu al-ala al-ma’arri sebagai orang terkemuka dari organisasi ini, berhubung beliau pernah menulis puisi-puisi yang didalamnya terdapat kata-kata ikhwan as-safa, namun yang jelas, bahwa diakhir usia Abu al-ala ia hidup secara menyendiri di ma’arrah, hidup dalam keadaan buta dan miskin (Rahinul mahbasain) dalam keluhuran budi dan kezuhudan.[8]
Daklam upaya memperluas gerakan, ikwanu as-safa’ mengirimkan orang-orangnya kekota tertentu untuk membentuk cabang-cabang dan mengajak siapa saja yang berminat kepada keilmuan dan kebenaran,  terutama dari orang-ornag muda yang masih segar dan cukup berhasrat agar muda dibentuk. Walaupun demikian militansi anggota dan kerahasiaan organisasi tetap mereka jaga. Calon-calon anggota perhimpunan ini dituntuk keras untuk berpegang teguh satu sama lain dalam menghadapi segala bahaya dan kesukaran. Untuk membantu dan menopang satu sama lain baik dalam bersahabat dengan persahabatan yang tercela.[9]
persaudaraan tersebut diwajibkan berkumpul pada majlis yang tertutup tidak boleh dihadiri oleh yang bukan menjadi anggota. Dalam majelis-majlis yang demikainlah mereka membahas dan mengupas segala macam ilmu yang mungkin mereka capai pada zaman itu, dengan tidak membatas-batasi apa macamnya ilmu dan sifatnya ilmu itu. Dari ilmu ketuhanan dan akhlak sampai keilmu falak, dari mantic dan falsafah sampai kepermenungan tasawuf. Dan sumber-sumber tidak terbatas dari kitab-kitab hikmah, dan filsafat yunani, india dan persia dari kitab alam (maddah) yang terbentang luas dengan beraneka macamnya.[10]
semua anggota dilarang menjauhi ilmu, salah satu dari ilmu, lantaran sudah merasa dalam ilmu didada, dilarang menolak salah satu kitab, lantaran merasa sudah banyak kitab yang dibaca, dilarang berta’assub kepada satu mazhab, lantaran hanya itu yang sesuai dengan kehendak hati; dilarang memutuskan dalam satu hukum atas sesuatu hal, bila hanya di dasarkan kepada pendengaran dari jauh atau penglihatan sepintas lalu.[11]
Karena itu ada 4 (empat) tingkatan anggota yaitu[12]
  1. al-ikhwan al-abrar ar-ruhama, Terdiri dari pemuda cekatan berusia 15-30 tahun yang memiliki jiwa yang suci dan pikiran yang kuat,. Mereka ini berstatus murid, mereka wajib patuh dan tunduk secara sempurna kepada guru.
  2. al-ikhwan al-akhyar al-fudhala, Adalah al-ikhwan al-akhyar berusia 30-40 tahun. Pada tingkat ini mereka sudah mampu memelihara persaudaraan, pemurah, kasih sayang, dan siap berkorban demi persaudaraan.
  3. al-ikhwan al-fudhala al-kiram, Adalah al-ikhwan al-fudhala al-kiram berusia 40-50 tahun. Merupakan tingkat dewasa. Mereka sudah mengetahui namus al-ilahi sebagai tingkat para nabi.
  4. Adalah tingkat tertinggi, yang tidak di beri gelar, setelah seseorang mencapai tingkat usia 50 tahun keatas. Mereka pada tingkat ini sudah mampu memahami hakekat sesuatu dan telah merampungkan seluruh rangkaina pembersihan jiwa, seperti halnya malaikat al-muqarabun, sehingga mereka sudah berada diatas alam realitas, syari’at dan wahyu.[13]
Ikhwan-as-safa adalah golongan yang mengatakan bahw filsafat itu bertingkat-tingkat yaitu[14]:
  1. cinta ilmu
  2. mengetahui hakekat wujud-wujud menurut kesanggupan manusia
  3. berkata dan berbuat sesuai dengn ilmu
  1. C. Syarat-syarat menjadi anggota
Tidak mudah menjadi anggota ikhwan itu. Dilihat benar lebih dahulu sifat dan tabiat yang akan menjadi “saudara” itu diselidiki akhlak dan i’tikadnya. Sebagaimana ungkapan mereka ialah
Ketahuilah, bahwa yang seburuk-buruk pergaulan ialah bergaul dengan orang yang tak percaya kepada yaumil hisab, dan sejahat-jahat akhlak ialah ketakabburan iblis, hawa nafsu adam, dan kedengkian kabil, yang demikian itu adalah pokok semua maksiat.
Maka haruslah bila mana engakau hendak mengambil seorang sahabat atau saudara, engkau banding dan periksa ia lebih dahulu , ibarat engakau meringankan dirham dan dinar, sebelum engkau menerimanya.[15]
Dan ketahuilah, bahwa didunia ini ada beberapakaum yang menyerupai ahli ilmu dan menyerupai ahli agama: tak ada falsafah dan hikmah yang mereka ketahui; tak ada aqaid dan syaria’at yang mereka dalami; dalam pada itu mereka menda’wahkan diri mereka mengetahui akan hakekat tiap-tiap sesuatu, mereka mendalami rahasia barang-barang yang jauh-jauh, padahal mereka tidak mengetahui seluk-beluk dari mereka sendiri yang lebih hampir pada sisi mereka. Tidak mereka sanggup memperbandingkan barang-barang yang terang dan jelas. Tidak mereka memikirkan barang-barang yang nyata dikeliling mereka, yang dapat dialami oleh panca indera, dan dapat dicapai dengan akal, dalam pada itu mereka berputih mata memandang kepada barang yang kecil-kecil yang tak ada artinya, maka singkirilah mereka itu, wahai saudaraku, lantaran mereka itulah kaum dajjal.[16]
  1. D. Seruan kaepada pemuda
Ikhwan as-safa’ tetap menyerukan kepada para pemuda untuk tetap memperhubungkan diri dengan semua hal ihwal keduniaan, becita-cita dan berhimmah yang besar memperbaiki nasib sesama manusia.[17]
Seruan mereka kepada para pemuda-pemuda angkatan baru pada zaman mereka:
Oleh kareana  itu, wahai saudara-saudara, janganlah engkau menghabiskan masa dengan mencoba memperbaiki keadaan yang telah tua bangka, yang tak ada berkodrat lagi itu,. Mereka mempunyai keyakinan, bahwa dari pihak golongan pemuda tak ada yang akan terdengar, melaikan hanya pandangan-pandangan yang merusak, kelakuan-kelakuan yang jahat,akhlak yang keji, mereka itu akan menyusahkan pekerjaanmu, akan tetapi mereka tidak akan berubah menjadi baik, akan tetapi atas pundakmulah terletaknya satu kewajiban, yakni untuk membuktikan bahwa sesungguhnya kamu ini seorang pemuda yang bersanubari suci dan sehat. Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya allah tidak mengutus nabinya melainkan waktu dia bersemangat dan bertenaga muda.
Demikain seruan ahli-ahli filsafat ini terhadap pemuda –pemuda mereka di abad ke10. Akan tetapi mudah-mudahan masih moderen terdengarnya seruan ini bagi pemuda kita, angkatan baru dalam abad ke 20 ini!.[18]
  1. E. Karya-karyanya
Pertemuan yang dialkaukan sekali dalam 12 hari dirumah zaid ibn rifa’ah (ketua) secara sembunyi-sembunyi tampa menimbulkan kecurigaan[19], telah melahirkan 52 risalah, yang dimuilai dengan kajian tentang matematik, ilmu logika, ilmu fisika dan terakhir membahas tentang tasawuf. jumlah rasail tersebut adalah 50 risalah dengan satu ringkasan dan satu lagi ringkasan dari ringkasan, kemudian mereka menamakan karya tersebut dengan rasail ikhwan as-safa’/ Ar-risalah al-jami’ah, karena risalah ini mencakup secara keseluruhan risalah-risalah yang mereeka telah tulis dengan memasukkan pokok-pokonya sajatampa merinci kandungan ilmu seperti yang terdapat pada aslinya. Tujua utamanya ialah agarpara pembaca yang teloah yang telah menbaca ar-rislah al-jami’ah ini, seolah-olah telah membaca keseluruhan risalah ini.[20] rasail ini merupaka insklopedi popular tentang ilmu dan filsafat yang ada pada waktu itu. Ditilik dari isi, rasail tersebut dapat diklasifikasikan kepada empat bidang yaitu:
  1. 14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi, musik, geografi, teori dan praktek seni,moral dan logika.
  2. 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, meliputi geonologi, minerologi, botani, hidup dan matinya alam, senang dan sakitnya alam, keterbatasan manusia, dan kemampuan kesadaran.
  3. 10 risalah tentang ilmu-ilmu jiwa, meliputi metafisika mazhab pytagoreanisme dan kebangkitan alam.
  4. 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhaanan, mencakup kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan tuhan, keyakinan ihwanu al-safa’ kenabian, dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan tuhan, magic, dan jimat[21].
Teks risalah ikhwan al-Shafa’ terbit secara utuh pertamakali di Bombay pada tahun 1305-1306 H/ 1887-1889 M, sedang tahun 1928 di Cairo (diedit oleh zikrili), kemudian pada tahun 1957 diterbitkan di Beirut.[22]
  1. F. Jalan pemikiranya
Ikhwan as-safa’ mendasarkan pengembangan ilmu mereka atas pengambilan beberapa mazhab dan aliran dalam islam, disamping juga mereka mengambil ilmu dari agama nasrani dan watsani. Mereka juga mengambil kebenaran dari ajaran nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Socrates, Plato, Zoroaster,nabi Isa, nabi Muhamamad dan Ali dan lain-lainya.
Dalam cara berfikir mereka memadukan antara agama dengan filsafat. Orang yang sanggup berfikir dan memadukan antara ajaran agama dengan filsafat, dia lebih tinggi dari orang yang semata-mata menjalankan syariat agama secara warisan. Orang yang akan selalu berfikir akan bersih jiwanya, maka dengan demikain ia bisa mencapai derajat yang tinggi sebagai malaikat yang dekat dengan tuhan.
Menurut aliran ini, keselamatan itu tidak hanya tergantung kepada ibadah dan akhlak saja, akan tetapi pada penguasaan ilmuan pengetahuan juga.[23]
Bagi ikhwan as-safa’ ayat-ayat al-quran yang ditulis diatas kertas dan diajarkan sebagai syariat itu hanyalah baru berupa simbol-simbol yang dipikirkan pengertianya, justru itu gambaran tetang nikmat surga dan azab neraka yang dibentangkan oleh al-quran secara indrawi pelu dipikirkan lebih dalam secara rasional.[24]
  1. G. Filsafatnya
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa jalan pikiran ikhwan as-safa mendasarkan pengembangan ilmu mereka atas pengambilan beberapa mazhab dan aliran dalam islam dan juga dari luar isalm terutama filsafat barat seperti, Socrates, plato, dan Zoroaster.
mengenai lapangan filsafat di katakana ada empat yaitu
matematika, logika, fisika, ilmu ketuhanan, ilmu ini mempunyai 4 empat bagian:
  1. mengetahui tuhan
  2. ilmu kerohanian yaitu malaikat-malaikat tuhan
  3. ilmu kewajiban yaitu: mengetahui ruh-ruh dan jiwa-jiwa yang ada pada benda-benda langit dan benda-benda alam
  4. ilmu polotik, yang mencakup polotik kenabian, politik pemerintahan, politik umum, politik khusus (rumah tangga), dll.
Dapat disimpulkan bahwa, golongan ini tidak membagi filsafat alam, melainkan bagian ala minilah keseluruhanya dimasukkan dalam bagian ketuhanan. Disamping itu mereka juga memasukkan politik kenabian dan ilmu keakhiratanpada partikal-partikal yang baru.[25]
Epistemology[26]
Akal manusia selalu bekerja untuk menciptakan ilmu dan keterampilan, ilmu yang dihasilkan oleh  kegiatan akal itu merupakan bentuk dari sesuatu yang diketahui oleh jiwa. Sedang keterampilan adalah bentuk dari kegiatan daya fakir yang menjelma kealam materi pengetahuan.
Untuk mencapai ilmu pengetahuan itu perlu ditempuh tiga jalan
  1. Pengindraan terhadap objek, dalam hal ini terdapat kesamaan antara manusia dengan hewan.
  2. Pemikiran dengan pemikiran berbedalah manusia dengan hewan, sebab manusia bisa memikirkan apa yang di indranya tetapi hewan tidak.
  3. Burhan; argumentasi, apa yang merupakan tingkat ketiga dan yang tertingi dari jalan manusia mendapatkan ilmu. Dan argumentasi ini merupakan kehayalangan mata hati dalam mencapai hakikat. Ia hanya didapat oleh sebagian manusia.
Menurut mereka  bahwa jiwa manusia ketika lahirnya tidaklah berilmu sedikitpun, ilmu itu didapatkanya ialah tatkala ia sudah berhubungan dengan jasad. Disini jelas perbedaan pendapat mereka dengan plato, yang mengatakan bahwa sebelum jiwa itu berada dalam jasad ia telah berilmu tentang segala sesuatu. Menurut mereka ilmu yang pertama kali yang harus dipelajari ialah ilmu bahasa, kemudian ilmu agama, selanjutnya baru dipelajari ilmu filsafat, yang dimulai dengna logika dan ilmu ekstra . Ilmu logika yang mereka terapkan ialah logika aliran prophyrus  (pengarang isagogi) dengan dasar ini dapatlah seseorang melakukan penalaran ilmah dan filsafat dengan baik.[27]
Mikrokosmos[28] dan makrokosmos[29]
Seorang filosof islam ibnu sina perna berkata: “sesngguhnya dalam diri manusia itu terkandung alam yang besar”. Ikhwan as-safa memperbincangkan masalah ini dalam satu rislah mereka yang bernama ; risalah yang menerangkan apa makna kata ahli hikmah bahwa alam itu adalah satu manusia yang besar. Peulis risla tersebut berkata ;
Adapun yang dimaksud oleh mereka hukama itu dengan alam, ialah langit dan bumi dan semua yang ada diantara keduanya. Mereka berpendapat bahwa diantara semua bahagian-bahagian alam tersebut ada perhubungan yang rapat, malah berjalin berkelin di antara satu dengan yang lain. Semua mempunyai semangat yang baru, yang masuk meresap kedalam semua bahagian, dari yang terbesar sampai kepada yang sekecil-kecilnya. Segala gerak dan perubahan yang berlaku dalam alam cakrawala yang maha besar itu bertemu pula “gambar” dan tamsillnya dalam “alam shagir”, yakni dalam diri manusia.[30] Kemudian teorio ini pun di ikuti oleh seorang filosof barat yaitu(spenser) baca selanjutnya dlam buku ini.
Kosmologi[31]
Bagi para anggota ikhwan bahwa alam ini terjadi dari satu materi. Terjadinya keragaman dialam ini disebabkan oleh bentuk dari materi yang satu. Jadi materi yang satu itu dapat saja berubah bentuk dan warna dalam berbagai ragam, namun demikian ia tetap zat yang itu juga. Demikianlah jasad raya ini beragam dalam bentuk dan warna seperti yang kita lihat dengan kornea mata kita setiap saat, tetapi keragaman pandangan mata itu tidak lain hanyalah kulit lahir, yang hakikinya satu zat saja. Namun ia memiliki keistimewaan sendiri-sendiri, hal ini terjadi apa bila ia telah mempunyai bentuk tertentu dan dipengaruhi oleh aksidensinya masing-masing. Oleh sebab itu mereka berkeyakinan, bahwa binatang-binatang itu adalah jenis-jenis rohaniah yang berakal dan memberi pengaruh yang besar kepada kehidupan bumi. Panjang dan pendeknya usia seseorang dipengaruhi oleh peredaran bintang, begitu juga dengan nasibnya kehidupan dipengaruhi oleh bintang.[32]
Talfid
Ikhwan al-safa’ berusaha memadukan atau rekonsiliasi (talfid) agama dengan filsafat dan juga antara agama-agama yang ada. Usaha ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa syaria’at telah dikotori bermacam-macam kejahiliaan dan dilumuri berbagai kesesatan. Satu-stunya jalan membersihkanya adalah filsafat. Kemudian mereka mengkelaim bahwa apabila dipertemukan antara filsafat yunani dan syari’at arab, maka akan menghasilkan kesempurnaan.[33]
Tampaknya ikhwanu as-safa’ menempatkan filsafat diatas agama. Mereka mengharuskan  filsarat menjadi landasan agama yang dipadukan dengan ilmu. Kesimpulan ini didukung dengan pendapat mereka  dalam bidang agama. Menurut mereka ungkapan al-quran yang berkonotasi indrawi dimaksudkan agar cocok dengan tingkatan nalar orang arab badui  yang berkebudayaan dan bersahaja. Sedangkan yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi mereka haruskan memakai ta’wil untuk melepaskan diri dari pengertian lafzi dan indrawi.untuk itulah ikhwan as-safa’  berusaha dengan gigih memadukan filsafat dengan agama dengan menurunkan metafisika dan ilmu pengetahuan dari puncak spekulatif murni yang tidak dapat dijangkau secara aktif dan praktis.
Sebenarnya pendapat mereka untuk mempergunakan ta’wil dalam memahami ayat-ayat mutasbihat merupakan pendapat yang sama dikalangan para filusuf. Menurut filsuf, agama adalah tempat melambangkan secara indrawi, agar mudah dipahami oleh kaum awam yang merupakan bagian terbesar umat manusia. Jika tidak demikian, tentu banyak ajaran agama yang mereka tolak karena mereka tidak memahami isinya.sebaliknya, kaum filsuf harus mengambil makna metaforis terhadap teks al-qur’an yang bernada antromorfosisme. Jika tidak, tentu banyak pula ajaran agama yang mereka tolak karena tidak masuk akal. Dengan cara seperti ini para filsuf menempatkan nabi sebagai pendusta untuk kepentingan manusia.[34]
Disamping itu ikhwan as-safa’ juga memaduklan antara agama-agama yang berkembang pada waktu itu dengan berasaskan filsafat, seperti islam, keristen, majusi,yahudi dan lain-lainnya, karena menurut mereka tujuan agama adalah sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada tuhan. Kecuali itu menurut ikhwan as-safa’ perbedaan-perbedaan keagamaan bersumber dari faktor-faktor  yang kebetulan, seperti ras, tempat tinggal, atau keadaan zaman  dan dalam beberapa kasus juga faktor temperamen dan susunan personal. Karena itu agama gabungan yang mereka maksud akan menujadi pegangan dalam negara yang mereka impikan, dan hal ini merupakan tujuan utama mereka yang kedua untuk menggantikan daulah abbasiyah yang berada pada kerusakan yang harus diganti dengan negara baru. Demikian juga penduduknya yang telah menjadi jelek. Negara baru yang mereka idamkan bagaikan laki-laki yang satu dalam segala urusan dan jiwa yang satu dalam segala pengaturan, sedangkan penduduknya adalah ahl al-khair (baik) yang terdiri dari kaum ulama’, filusuf dan orang –orang pilihan. Dimana mereka semua sepakat dengan atas pendapat yang satu, mazhab yang satu dan agama yang satu pula.[35]
Usaha talfiq pemikiran-pemikiran persia, yunani, india dan semua agama, serta menetapkan nabi-nabinya, nuh, ibrahim, socrates, plato, zoroaster, isa, muhammad, dan ali, adalah keinginan ideal yang tidak pernah ada dalam realitas. Karena bagaimana mungkin menyatukan sifat manusia yang hetrogen secara utuh dan penuh kesadaran, kalaupun hal ini mungkin diwujudkan, tentu menghendaki pemaksaan, dan tidak akan bertambah lama.(ingat halnya agama komunis dirusia)[36]
Metafisika
Inilah yang mendasari bahwa filsafat mereka bersumber dari filsafat yunani
metafisika yang dibangun oleh ikhwan al-safa’ adalah dari filsafat Helen.
Mereka mengambil terminology dari aristoteles, akan tetapi konsep (bahan dan bentuk, substansi, potensial) di robah sedikit.[37]
Adapun tentang ketuhanan, ikhwan as-safa’ melandasi pemikiranya  kepada bilangan. Menurut mereka, ilmu bilangan adalah lidah yang mempercakapkan tentang tauhid, at-tanzih dan meniadakan sifat dan tasbih serta dapat meniolak sikap orang yang  mengingkari keesaan tuhan. Dengan kata lain, pengetahuan tentang angka membawa kepada pengakuan tentang keesaan tuhan, karena apabila angka satu rusak, maka rusaklah semuanya. Selanjutnya mereka katakan, angka satu sebelum angka dua, dan dalam angka dua terkandung pengertian kesatuan. Dengan istilah lain, angka satu adalah angka permulaan dan ia lenbih dahulu dari angka dua, dan lainya. Oleh karena itu keutamaan terletak pada yang dahulu, yaitu angka satu. Sedangkan angka dua dan yang alinya terjadi kemudian. Karena itu terbuktilah bahwa yang esa (tuhan) lebih dahulau dari yang lainya seprti dahulunya angka satu dari angka yang lainya[38].
Ikhwan al-safa’ juaga melakukan al-tanzih, meniadakan sifat dan tasbih kepada tuhan. Tuhan adalan pencipta segala yang ada dengan cara al-faidh (emanasi) dan memberi bentuk, tampa waktu dan tempat, cukup dengan firmanya (kun fa kana) maka adalah segala yang dikehendakinya. Ia berada pada segala sesuatu tampa berbaur dan bercampur, seprti adanya angka satu dalam tiap-tiap bilangan. Sebagaimana bilangan satu tidak dapat dibagi dan tidak serupa dengan bilangan lain, demikian juga tuhan tidak ada yang menyamai dan menyerupainaya. Tetapi ia jadikan fitrah manusia untuk dapat mengenal nya tampa belajar.[39]
Dari pembicaraan diatas tampak pengaruh neo pythagoreanisme yang dipadukan dengan filsafat keesaan plotinus.
Tentang ilmu tuhan, ikhwa as-safa’, beranggapan bahwa seluruh pengetahuan berada dalam ilmu tuhan  sebagaimana beradanya seluruh bilangan dalam angka satu. Berbeda dengan ilmu para pemikir, ilmu tuhan dari zatnya sebagaimana bilangan yang banyak dari bilangan yang satu yang meliput seluruh bilangan. Demikian pula ilmu tuhan terhadap segala sesuatu yang ada.[40]
Berkaitan dengan penciptaan alam pemikitran ikhwan as-safa’ merupakan perpaduan antara pendapat aristoteles, plotinus, dan mutakalimin. Bagi ikhwan as safa’ tuhan adalah pencipta dan mutlak esa. Dengan kemauan sendiri tuhan menciptakan akal pertama atau akal aktif (al ‘aql al fa’al) secara emanasi. Dengan demikian, kalau tuhan qadim dan baqi, maka akal pertama pun demikian halanya. Pada akal pertama ini lengkap segala potensi yang akan muncul pada wujud berikutnya. Jadi secara tidak langung tuhan berhububngan dengan alam materi, sehingga kemurnian tauhid dapat dipelihara dengan sebaik-baiknya. Lengkapnya Rangkaian proses emanasi[41] itu adalah
  1. Akal pertama atau akal aktif (al-‘aql al-fa’ilah)
  2. Jiwa unifersal (al-nafs al-kulliyah)
  3. Materi pertama (al-hayula al-ula)
  4. Potensi jiwa universal (al-thabi’ah al-fa’ilah)
  5. materi absolut atau materi kedua (al-jism al-muthalaq)
  6. Alam pelanet-pelanet (‘alam al-aflak)
  7. Anasir-anasir alam terendah (‘nashir al-‘alam al-sufla) yaitu udara tanah dan api
  8. Materi gabungan, yaitu terdiri dari minetal, tumbuh-tumbuhan dan hewan[42]
kedelapan mahiyah diatas bersama dengan zat allah yang mutlak sempurnalah bilangan menjadi sembilan. Angka sembilan ini membentuk substansi organic pada tubuh manusia, yaitu tulang dan, sum-sum, daging, urat, darah, saraf, kulit, rambut, dan kuku.
segala sesuatu dialam ini ada kalanya berupa materi, bentuk, jauhar atau aradh. Jauhar yang pertama adalah materi dan bentuk. Sedangkan aradh yang pertama adalah tempat, gerak, dan zaman. Ikhwan as-safa’ juga menerima pemikiran aristoteles yang mengemukakan bahwa segala sesuatu itu merupakan perpaduan antara materi dan bentuk tetapi bagaimana hubungan antara materi dan bentuk itu tidak jalas.[43]
proses penciptan secara emanasi menurut ikhwan as-safa’ terbagi kepada dua yaitu:
1)      Penciptaan sekaligus  sebagaimana terdapat dalam alam rohani, yakni akal aktif, jiwa universal, dan materi pertama
2)      Penciptaan secara gradual, sebagai terdapat dalam jasmani,yakni jisim mutlak dan seterusnya, juga alam semesta yang mempunyai awal dan akan berakhir pada masa tertentu.
Salah satu pemikiran ikhwan as-safa’ yang mengagungkan ialah rentetan emanasi kedelapan. Mereka telah mendahului carles darwin (1809-1882 m) tentang rangkaian kejadian di alam secara revolusi. Menurut mereka alam mineral, alam tumbuh-tumbuhan, alam hewan, dan alam manusia merupakan satu rentetan yang  sambung menyambung.[44] objek-objek fisik tersusun atas empar unsur yang menimbulkan, melalui empat perantara kualitas utama, objek-objek gabungan di dunia ini, yaitu mineral, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Meskipun begitu, segala sesuatu didunia ini pada akhirnya dapat disederhanakan menjadi dua substansi asli. Yaitu asap dan lumpur. Ketika matahari dan pelanet-pelanet menyebabkan air menguap,  ia berubah menjadi uap atau kabut, dan kemudian keduanya diubah menjadi awan, yang berubah menjadi hujan, dan hujan ketikan bercmpur dengan tanah akan berubah menjadi lumpur, yang pada akhirnya membentuk substratum mineral, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. Jadi tingkatan pencipta yang paling rendah adalah mineral, dan paling tinggi mencapai puncaknya pada manusia sebagai khalifah allah dimuka bumi, yang merupakan tapal batas antara urutan malaikat dan hewan.[45]
Menurut ikhwanu as-safa’ yang dalam hal ini dipengaruhi kaum stopik, tubuh manusia merupakan miniatur alam semesta sebagai keseluruhan (mikrokosmos). Dengan sembilan buah bola langit yang menyusun dunia, (jupiter, saturnus, mars, matahari, venus, merkurius, bulan, atmosfir, dan bumi.) Dapat disamakan dengan sembilan substansi organic yang membentuk tubuh manusia, yakni tulang, sum-sum, daging, urat, darah, saraf, kulit, rambut, dan kuku. Dan ini semua ditata seperti sembilan bola (langit) konsentrik. Dengan dua belas tanda zodiac dapat disamakan dua belas lubang tubuh,  yaitu dua mata, dua telinga dua hidung, dua puting, satu mulut, satu pusar, dan dua saluran pelepasan.[46]
Jiwa
Tentang jiwa mnusia bersumber dari jiwa universal[47]. Dalam perkembangan jiwa manusia banyak dipengaruhi oleh materi yang mengitarinya. Agar potensi jiwa itu tidak kecewa dalam perkembanganya, maka jiwa dibantu oleh akal. Jiwa anak-anak pada mulanya seperti kertas putih yang bersih dan belum ada coretan. Lembaran putih tersebut akan tertulis dengan adanya tanggapan imajinasi (al-quwwah al-mutakayyilah), dari sini meningkat kepada daya berfikir (al-quwwah mutafakkirah) yang terdapat pada otak bagian tengah, pada tingkat ini manusia mampu membedakan antara benar dan salah, antara baik dan buruk. Setelah itu disuruh lah ke daya ingat (al-quwwah al-hafizhah) yang terdapat pada otak bagian belakang. Pada tingkat ini seseorang telah mampu menyimpulkan hal-hal yang abstrak yang diterima oleh daya berfikir. Tingkatan terakhir adalah daya berbicara (al-quwwah al-nathiqah) yaitu kemampuan pengungkapan pikiran dan ingatan itu melalui tutur kata yang bermakna kepada pendengar atau menuangkan lewat bahasa tulisan kepada pembaca.[48]
Jadi manusia memiliki lima kekuatan jiwa sebagaimana ia mempunyai lima kekuatan raga. Lima kekuatan jiwa itu ialah:
  1. Daya imajinasi (al quwa al-mukhyyalat) letaknya dibagian muka.
  2. Daya fakir, letaknya ditengah-tengah otak.
  3. Daya simpan, letaknya dibagian belakang otak
  4. Daya ingat,
  5. Daya tutur
Kelima daya inilah yang melakukan aktivitasnya didalam raga manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Moral
Adapu tentang moral, ikhwn al-sfa’ bersifat rasionalistis. Untuk itu suatu tindakan harus berlangsung bebas mereka. Dalam mencapai moral dimaksud, seseorang harus melepaskan diri dari ketergantungan kepada materi. Harus memupuki rasa cinta untuk bisa sampai kepada ekstase. Percaya tampa usaha, mengetahui tampa berbuat atau sia-sia. Kesabarabna dan ketabahan, kelembutan dan kehalusan kasih sayang, keadilan rasa syukur, mengutamakan kebijakan, gemar berkornban untuk orang lain kesemuanya harus menjadi krasteristik pribadi. Sebaliknya, bahasa kasar, kemunafiakan, penipuan, kezaliman, dan kepalsuan harus dikritis habis sehingga timbul kesucian perasaan, kecintaan yang membara sesame manusia, dan kemarahan terhhadap alam, binatang liar seklalipun.[49]
Bilangan
Adapun tentang bilangan, ikhwan mengakui nicomachus dan phytagoras. Tujuan ikhwan membicarakan bilangabn adalah untuk mendemonstrasikan bagaimana sifat-sifat bilangan itu menjadi prototype bagi sifat-sifat sesuatu, sehingga siapa pun yang mendlami bilangan dengan segala hokum –hukumnya, sifat dasarnya, jenis-jenisnya, sepsis-spesis, dan sifat-sifat khususnya, akan memahami kuantitas (jumlah) macam-macam benda, yang beraneka, spesies meeka dan kenijaksanaan yang mendasari kuantitas-kuantitas mereka yang khusus serta alasan menapa mereka tidak lebih dan tidak kurang.karena tuhan, sng pencipta segala sesuatu, sebagai yang benar-bvenar esadalam segala hal , mereka tidak patut menjadiakan segala sesuatu sma sekali satu atau sama sekali banyak, tetapi memutuskan bahwa mereka harus saru dalam materi, banyak dalam hal bentuk. Dengan demikian mempelajari bialangan merupakan pengantar tentang jiwa, dan mempelajari jiwa merupakan dasar pengetahuan tentang tuhan. Hal itu sesuatu dengan ketentuan siapa yang mengenalo dirinya (jiwanya) maka ia akan mengenal tuhanya.[50]
Satu yang sejati maksudnya sesuatu yang tidak mempunyai bagian dan wujud yang tidak dapat diabagi,. Sedang satu yang majasi ada;ah mengacu pada jumlah atau koleksi benda-benda yang disebut sebagai suatu unit, seperti seratus atau setumpuk.[51]
Tentang makna metafisika dari unitas dan multipilitas, ikhwanal-safa’ menjelaskan bahwa pengetahuan tentang keesaan allah swt; dan pengetahuan tentang sifat bialangan, penggolongan dan aturanya ialah pengetahuan tentang benda-benda yang diciptakan oleh al-kholik, dan tentang karyanya, aturan dan penggolonganya. Ilmu bilangan terpusat pada jiwa, dan membutukhkan sedikit perenungan dan sedikit ingatan sebelum menjadi jelas dan diketahui tampa bukti. Karena allah adalah esa dalam arealitaas dalam setaiap aspek dan makna, maka tidaklah mungkin bahwa makhluk buatan nya akan satu dalam kenyataan. Sebaliknya makna perluh ada multiplisitas da;am unitas, serba dua berpasangan,seba ia pencipta allah swt yang pertama melalui dengna tindakan tunggalatas penerima tindakanya yang tunggal dan dipersaattukan, yang suungguh adalah sebab dari semua sebab ; jadi tindakan ini pada kenyataanya bukan kesatuan tetapi serba dua.
Meskipun risalah ikhwan-as-safa klasifikasi tema-temanya mirip seperti dalam karya-karya filsafat yunani, namun apoa yang mereka sebutkan tentang filsafat dan berbagai ilmu tersebut tidak dimasukkan untuk filsafat ayau ilmu itu sendiri. Memang pada dasarnya, dengan pengetahuan filosof dan ilmu-ilmu tersebut mereka bertujuan mencerdaskan sesame anggota kelompoknya.[52]
Perkembanganya
Sebagaimana kita ketahui bahwa kelompok ini merupakan pergerakan yang rahasia dan tidak sembarang orang yang bisa di terima dalam kelompok ini, karena begitu ketatnya syarat orang bisa bergabung dengan kelompok ini, Dilihat benar lebih dahulu sifat dan tabiat yang akan menjadi “saudara”, ia terlebih dahulu diselidiki akhlak dan i’tikadnya. Maka perkembanganya pun tidak sepesat yang kita bayangkan, seterti aliran filsafat-filsafat lainya. Sebagaimana dikatakan oleh Dr. hasyim syah nasution, M.A. dalam bukunya filsafat islam bahwa kelompok ini baru terungkap setelah berkuasanya dinasti buaihi di bagdad pada tahun 983 M. jadi mereka tidak dikenal secara luas. Namun setelah itu barulah di ketahui alur pikiran mereka dari buku-buku yang telah mereka tulis. Karena cukup banyak buku-buku yang mereka karang yang membahas berbagai macam ilmu seperti yang telah di sebutkan diatas yaitu dari ilmu tentang matematika, fisika atau ilmu alam, ilmu jiwa dan ilmu tentang ketuhanan.
Dan sebab-seba mengapa kelompok ini harus ber gerak secara sembunyi-sembunyi telah di jelaskan pada latar belakang dan perkembanganya.
PENUTUP
Sekianlah yang dapat kami paparkan dalam perbaikan ini walaupun dalam perbaikan ini tidak memberikan kepuasan dan tidak mencapai target karena terdapat beberapa kendala yang kami tidak bisa atasi yaitu kekurangan rujukan yang memadai karena buku-buku yang kami temukan pun tidak begitu luas membahas masalah ini, terutama dari pembahasan tentang perkembangan kelompok ini, dan juga di katakana oleh dr.hasim syah bahwa tidak lah banyak buku yang membahas masalah ini di sebabkan karena pada awalnya juga kelompok ini tidak menyebarkan secara luas status mereka apalagi tentang konsep pemikiran mereka.
Dan untuk sementara ini kami hanya dapat mengambil dari buku-buku yang kami temukan di perpustakaan saja, dan kami belum sempat menunjungi beberapa perpus dan tokoh buku yang terdaapat  pembahasan ini secara luas dan kami pun belum menemukan buku yang membahas secara panjang lebar tentang kelompok ini.mungkin di kemudian hari nanti kami akan membahas tentang kelompok ini secara panjang lebar bila masih di beri kesempatan.
Kami menyadari bahwa pembahasa ini bukanlah pembahasan yang mudah, butuh penelitian yang mendalam untuk mengetahui siapa dan bagaimana mereka (ikhwan as-safa’) sebenarnya. Untuk sementara ini kami menyerahkan tugas ini sebagai harapan agar kami mendapat kan nilai ujian akhir, Sebagai perjanjian kami dengan ustadz. Kami juga telah mencoba mencari rujukan-rujukan yang lain, namun kami sadari bahwa usaha kami kurang maksiamal sehingga hahilnya pun kurang memuaskan. Atas segala kekurangan kami mohon maaf, hanya kepada  Allahlah kita memohon petunjuk dan Dialah yang memberikan taufik kepada siapa yang dikehendaki, dan ,menyesetkan siapa yang ia kehendaki.
WALAHU ‘ALAM BISSAWAB
REFRENSI
  • Dr. hasyim syah Nasution,M.A. filsafat islam, penerbit gaya media pertama (GMP). cet. III Jakarta 2002.
  • yunasril Ali. Perkembangan pemikiran filsafi dalam islam. penerbit bumi askara.jakarta. 1991.
  • M.Natsir, Kebudayaan Islam Dalam Perspektif Sejarah, penerbit grimukti pasaka. Jakarta 1988.
  • Dr, ismail asy-syarafa.ensklopedi filsafat. penerbit Khalifa. Cet, I. Jakarta april 2005
  • Drs. H.A. Mustafa. Filsafat islam, penerbit, pustaka setia. Cet. I. bandung. 2004.
  • http://www.csulb.edu/~dsteiger/

[1] Dr. hasyim syah nasution,M.A. filsafat islam, gaya media pertama (GMP), Jakarta 1999, hal 45
[2] ibid. hal 45
[3] http://search.yahoo.com/search?fr=ieas&p=ikhwan+al-safa%27&ei=utf-8
[4] yunasril Ali. Perkembangan pemikiran filsafi dalam islam. bumi askara.jakarta. 1991. hal 20
[5] Abdul Aziz Dahlan  Pemikiran Filsafat Dalam Islam, Padang : IAIN Press, hal, 8
[6] ibid hal 21 dikutip dari, Amin, Dr,ahmad, zhuhurul islam. jilid I, kairo, 1962 hal, 147
[7] ibid. hal 45
[8] yunasril Ali , perkembangan pemikiran falsafi dalam islam. bumi aksara. Jakarta. 1991. hal 21
[9] M.Natsir, kebudayaan islam dalam perspektif sejarah,PT, grimukti pasaka. Jakarta 1988. hal. 114
[10] ibid. hal. 115
[11] ibid
[12] Dr.ismail asy-syarafa.enskiklopedi filsafat. Khalaifa. Jakarta 2005. hal. 38
[13] ibid dikutip dari Ahmad amin, zuhr al islam juz II (Beirut: Dar al-kitab al-arabi, 1969), hal 147.
[14] Drs. H. A. Mustafa. Filsafat islam. pustaka setia. Cet. I. bandung. 2004. hal. 165
[15] M.Natsir, kebudayaan islam dalam perspektif sejarah,PT, grimukti pasaka. Jakarta 1988. hal. 115
[16] Muhammad lutfi jum’at tarikh falasifatil islam. hal. 260.
[17] Op. Cit. hal. 117
[18] M.Natsir, kebudayaan islam dalam perspektif sejarah,PT, grimukti pasaka. Jakarta 1988. hal. 117
[19] Dr. hasyim syah nasution, M.A. filsafat islam. Penerbit gaya media pratama (GMP). Jakarta 2002. hal. 46
[20] Dr.ismail asy-syarafa.enskiklopedi filsafat. Khalaifa. Jakarta 2005. hal. 39.
[21] Ibid. kutipan dari micea eliade,(ed), the encyclopedia af religion vol. VII new york:Macmillan, 1987, hal.93
[22] Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, cet, VII, Hal, 194
[23] Dr.ismail asy-syarafa.enskiklopedi filsafat. Khalaifa. Jakarta 2005. hal. 38
[24] yunasril Ali. Perkembangan pemikiran filsafi dalam islam. bumi aksara. Jakarta. 1991. hal 22
[25] Drs. H. A. Mustafa. Filsafat islam. pustaka setia. Cet. I. bandung. 2004. hal. 165
[26] Berasal dari bahasa yunani yaitu episteme pengetahuan, ilmu pengetahuan. Logos pengetahuan, imformasi. Dapat dikatakan pengetahuan tentangpengetahuan, atau dapat juag disebut teoripengerahuan.
[27] ibid hal. 23
[28] Dalam bahasa inggrisnya microcosm yaitumicro (kecil) cosmos (semesta) secara umum mikrocosmos merupakan bagian kecil dri satu kompleks atau dari satu keseluruhan.
[29] Makrocosmos dalam bahasa inggrisnya macrocosmos dan dalam bahasa yunani macros artinya panjang,lebar. Cosmos yaitu lam semesta. Secara umum adalah kompleks atau keseluruhan yang besar yang kontras denganbagian-bagian nya yang kecil, yaitu mikrocosmos. Secara khusus berti alam semesta yagn dipandang dalam totalitasnya atau sebagai keseluruhan yang aktif serta terstruktur.
[30] M.Natsir, kebudayaan islam dalam perspektif sejarah,PT, grimukti pasaka. Jakarta 1988. hal. 118-119
[31] Bahasa inggrisnya cosmology, dalam bahasa yunani epiteme yaitu dunia, alam semesta. Logos ilmu tentang, alas an pokok bagi sesuatu pertimbangan.
[32] yunasril Ali. Perkembangan pemikiran filsafi dalam islam. bumi aksara. Jakarta. 1991. hal. 23
[33] ibid. Dr. hasyim syah nasution,M.A. filsafat islam, gaya media pertama (GMP), Jakarta 1999, hal 47
[34] ibid Dr. hasyim syah nasution,M.A. filsafat islam, gaya media pertama (GMP), Jakarta 1999,hal 47 dikutip dari ibnu taimiyah, Al-rad ‘ala manthqiyin  (maktanah a;-mukarramah dal al-bazli wa al-nasyr, tt), hal 442
[35] ibid. Dr. hasyim syah nasution,M.A. filsafat islam, gaya media pertama (GMP), Jakarta 1999,  hal 48, dikutip dari al-iraqi  Al-falsafah, hal 31.
[36] Ibid hal. 48
[37] They share common terminology with the Aristotelian scheme, but the concepts (matter and form, substance –in Greek ousia — and accidents, potentially and actuality, and the four causes) vary slightly. For them, learning is the reminiscence of knowledge already contained in the soul; the soul is ‘potentially knowledgeable’ and becomes ‘actually knowledgeable’ http://www.csulb.edu/~dsteiger/
[38] Dr. hasyim syah nasution,M.A. filsafat islam, gaya media pertama (GMP), Jakarta 1999,
[39] Ibid Dr. hasyim syah nasution,M.A. filsafat islam, gaya media pertama (GMP), Jakarta 1999, hal.49, dikutip dari al-fakhuri hal. 188
[40] Al fakhuri hal 189
[41] Ibid hal. 49
[42] Ibid dikutip dari De boer, tarihul filsafah al-islam, terjemahan arab oleh Abd al-hadi Abu raidah.kairo :lajnah al-ta’lir  wa al-nasyr,1938. hal 107
[43] Op.Cit hal.50
[44] nasution, akal , hal 67
[45] Dr. hasiyim syah.  filsafat islam hal. 50
[46] Ibid hal. 51
[47] Al-Nafs al-Kulliyya (The Universal Soul) is the Soul of the whole universe, a simple essence which emanates from the Intellect. It receives its energy from the Intellect. It manifests itself in the sun through which is animated the whole sublunary (material) world. What we call creation, in our physical world, pertains to the Universal Soul. : http://search.yahoo.com/search?fr=ieas&p=ikhwan+al-safa%27&ei=utf-8
[48] ibid, hal 52
[49] ibid, kutpan dari syed amir Ali, the spirit of islam (delhi: idarah-j adabiyah-I delhi, 1978) hal.443.
[50] Dr. hasyimsyah nasution, M.A. filsafat islam. hal 54.
[51] ibid
[52] Dr.ismail asy-syarafa.enskiklopedi filsafat. Khalaifa. Jakarta 2005. hal.39

Tidak ada komentar:

Posting Komentar